Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak mentah dunia kompak dibuka lebih tinggi pada perdagangan pagi hari ini, melanjutkan trend kenaikan dua hari beruntun pada perdagangan sebelumnya. Namun, para investor masih waspada terhadap lemahnya permintaan bahan bakar pada tahun depan.
Pada pembukaan perdagangan hari ini Selasa (12/12/2023), harga minyak mentah WTI dibuka menguat 0,15% di posisi US$71,43 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent dibuka lebih tinggi atau naik 0,12% ke posisi US$76,12 per barel.
Pada perdagangan Senin (11/12/2023), harga minyak mentah WTI ditutup naik tipis 0,13% di posisi US$71,32 per barel, begitu juga dengan harga minyak mentah brent ditutup menguat 0,25% ke posisi US$76,03 per barel.
Harga minyak sedikit naik pada perdagangan Senin karena pengurangan produksi OPEC+ gagal sepenuhnya mengimbangi kekhawatiran seputar kelebihan pasokan minyak mentah dan pertumbuhan permintaan bahan bakar yang lebih lemah pada tahun depan.
Kedua kontrak minyak tersebut melonjak lebih dari 2% pada perdagangan Jumat tetapi turun selama tujuh minggu berturut-turut, penurunan mingguan terpanjang sejak 2018, di tengah kekhawatiran kelebihan pasokan yang masih ada.
“Tidak ada keraguan bahwa minyak masih berada dalam kondisi rentan,” menurut John Evans dari pialang minyak PVM dalam sebuah catatan pada hari Senin.
Meskipun kelompok OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, berjanji untuk memangkas produksi minyak mentah sebesar 2,2 juta barel per hari (bpd) pada kuartal pertama, investor tetap skeptis terhadap kepatuhan dari para anggota.
“Anggota yang berpartisipasi dalam pembatasan produksi tidak hanya melihat penurunan pendapatan dari volume yang lebih kecil tetapi juga dari anjloknya harga yang terjadi setelah keputusan terakhir OPEC+,” ujar Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates LLC di Galena, Illinois.
Pertumbuhan output di negara-negara non-OPEC diperkirakan akan menyebabkan kelebihan pasokan pada tahun depan.
RBC Capital Markets memperkirakan penarikan saham sebesar 700.000 barel per hari pada semester pertama, namun hanya 140.000 barel per hari untuk setahun penuh.
“Harga akan tetap berfluktuasi dan tidak memiliki arah sampai pasar melihat data yang jelas mengenai penurunan produksi secara sukarela,” menurut analis RBC dalam sebuah catatan.
Dengan pemotongan yang belum dilaksanakan sampai bulan depan, minyak menghadapi volatilitas selama dua bulan sebelum adanya kejelasan dari data kepatuhan yang dapat diukur, menurut para analis.
Sementara itu, data indeks harga konsumen terbaru dari China, importir minyak terbesar di dunia, menunjukkan meningkatnya tekanan deflasi karena lemahnya permintaan domestik. Hal ini menimbulkan keraguan terhadap pemulihan ekonomi negara tersebut.
Para pejabat China pada hari Jumat berjanji untuk memacu permintaan domestik dan mengonsolidasikan serta meningkatkan pemulihan ekonomi pada tahun 2024.
Minggu ini, investor mengamati panduan kebijakan suku bunga dari pertemuan lima bank sentral, termasuk The Federal Reserve AS, serta data inflasi AS untuk menilai potensi dampaknya terhadap perekonomian global dan permintaan minyak.
Adapun pelemahan harga baru-baru ini menarik permintaan dari Amerika Serikat, yang telah mencari hingga 3 juta barel minyak mentah untuk Cadangan Minyak Strategis (SPR) pada bulan Maret 2024.
“Kami tahu pemerintahan Biden sedang mencari cara untuk mengisi ulang SPR, yang akan memberikan dukungan harga minyak,” menurut analis IG Tony Sycamore dalam sebuah catatan.
Sementara itu, rancangan perjanjian iklim pada KTT COP28 pada hari Senin menyarankan sejumlah opsi yang bisa diambil negara-negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, namun mengabaikan “penghentian bertahap” bahan bakar fosil yang diminta banyak negara. https://cekikikan.com/
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan tolok ukur utama keberhasilan COP28 adalah apakah COP28 menghasilkan kesepakatan untuk menghentikan penggunaan batu bara, minyak, dan gas secara cepat untuk mencegah bencana perubahan iklim.