Foto: Infografis/’Perang Vaksin’ di Balik Pembatasan Haji 2021 Arab Saudi?/Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia – Penyelenggaraan haji menjadi salah satu penyumbang devisa utama bagi Arab Saudi. Sumbangan tersebut diantaranya datang dari biaya haji dan belanja jamaah haji dari Indonesia.
Kementerian Agama (Kemenag) menyampaikan usulan awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M dengan rata-rata sebesar Rp105 juta.
Staf Khusus Menteri Agama bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo menjelaskan, sesuai UU No.8 Tahun 2019 pasal 44, BPIH bersumber dari Bipih (biaya perjalanan ibadah haji yang harus dibayar jemaah), anggaran pendapatan dan belanja negara, Nilai Manfaat, Dana Efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi Bipih yang harus dibayar jemaah itu adalah bagian dari BPIH. Kalau Kemenag sampaikan usulan awal BPIH sebesar Rp105 juta bukan berarti sejumlah itu juga yang harus dibayar langsung jemaah,” jelas Wibowo Prasetyodikutip dari situs Kemenag.go.id, Jumat (17/11/2023).
Biaya tersebut belum final dan akan kembali dibahas bersama DPR. Bipih yang dibayar jemaah pada 2022 disepakati sebesar Rp81.747.844,04 per jemaah. Termasuk didalamnya adalah nilai manfaat sebesar Rp41.053.216,24 per Jemaah.
Biaya haji melonjak drastis sejak pandemi Covid-19. Selain karena kenaikan biaya penerbangan serta sewa hotel.
Devisa Haji Tembus Hampir Rp 200 Triliun Lebih
Kedatangan jutaan jamaah internasional tentu menjadi kabar baik bagi Arab Saudi. Pasalnya, tidak hanya menjadi ritual agama tetapi juga bisa mendatangkan miliaran devisa bagi Negara Minyak tersebut. Pemerintah Saudi Arab Saudi memberikan kuota haji sebanyak 1,85 juta pada tahun ini, termasuk sebanyak 1,66 juta jamaah internasional.
Jumlah jamaah internasional pada tahun ini melonjak 112,6% dibandingkan 2021 dan menjadi yang tertinggi sejak 2019 atau pra-pandemi.
Dilansir dari AP, penyelenggaraan haji dan umroh diperkirakan mendulang penerimaan sebesar US$ 12 miliar per tahun atau sekitar Rp 185,88 triliun (kurs 1 US$= Rp 15.490). Angka tersebut mendekati Rp 200 triliun rupiah. Penerimaan tersebut setara dengan 7% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) serta 20% dari penerimaan non-oil mereka.
Penerimaan besar tersebut termasuk dari jamaah haji Indonesia baik dari biaya haji ataupun belanja jamaah. Perputaran uang juga datang dari konsumsi jamaah, transportasi, penginapan hotel, hingga oleh-oleh.
Pada 2020 atau saat tahun pertama pandemi, jamaah haji hanya berjumlah kurang dari 1.000 orang di mana semuanya merupakan warga negara tersebut. Musim haji 2020 datang pada Juli atau hanya tiga bulan setelah Covid-19 diumumkan sebagai pandemi global.
Pemerintah Arab Saudi pun kemudian melakukan sejumlah pembatasan mobilitas ketat termasuk dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Pada tahun 2021, jumlah jamaah haji meningkat menjadi 58.745. Sebanyak 25.711 jamaah merupakan warga non-Arab-Saudi tetapi mereka sudah tinggal di negara tersebut.
Menyusul melandainya kasus Covid-19 serta adanya program vaksinasi, Arab Saudi kemudian mengizinkan lebih banyak umat Muslim untuk pergi ke Tanah Suci tahun ini.
Foto: (REUTERS/MOHAMED ABD EL GHANY) Cuaca panas menyengat jadi salah satu tantangan ibadah haji tahun ini. Beragam cara dilakukan jemaah dalam menghadapi panas saat ibadah haji. (REUTERS/MOHAMED ABD EL GHANY) |
Penyelenggaraan haji dalam jumlah besar tentu saja menjadi kabar baik bagi negara berjuluk “Pelayan Dua Masjid Suci’ tersebut. Setelah lonjakan harga minyak membuat pundi-pundi Arab Saudi menggunung, kedatangan jamaah haji akan semakin membuat penerimaan negara meningkat.
Dilansir dari Arab News, Kamar dagang Arab Saudi sebelumnya memperkirakan perputaran uang jamaah haji dan umroh bisa menembus US$ 150 miliar pada periode 2018-2022. Pelaksanaan umroh dan haji juga bisa menciptakan 100.000 tenaga kerja.
Kamar dagang dan industri Mekah memperkirakan 25-30% penerimaan sektor swasta di sekitar wilayah Mekkah dan Madinah bergantung pada pelaksanaan haji.
Misi Arab Saudi yang tertuang dalam Vision 2030 menyebutkan jumlah jamaah haji internasional diharapkan meningkat menjadi 4,5 juta pada 2030, dari 1,8 juta pada 2019. Jamaah umroh diharapkan bisa ditingkatkan menjadi 30 juta dari 6,2 juta.
Dalam Vision 2030, industri haji dan umroh ditargetkan menjadi salah satu pilar utama untuk mengerek penerimaan. Vision 2030 juga menargetkan Arab Saudi sebagai salah satu tempat tujuan wisata. Langkah tersebut diharapkan bisa mengurangi ketergantungan mereka terhadap penerimaan minyak mentah yang sangat fluktuatif.
Ambisi besar Arab Saudi masuk akal mengingat penerimaan dari penyelenggaraan haji terus naik. Pada tahun 2017, sekitar 2,4 juta umat Muslim mengikuti ibadah haji termasuk 1,8 juta masyarakat internasional. Perputaran uang dari haji pada tahun tersebut diperkirakan mencapai US$ 8 miliar.
Dato’ Dr Azmi Omar, Presiden dari International Centre For Education In Islamic Finance (INCEIF) Malaysia, dalam laporannya Economics of Hajj memperkirakan perputaran uang jamaah haji pada tahun 2019 mencapai US$ 2-25 miliar. Tahun 2019 merupakan tahun terakhir di mana penyelenggaraan haji diselenggarakan secara normal dan belum terdampak pandemi. Penyelenggaraan kembali normal pada 2023 setelah dalam pembatasan pada 2020-2022.
Jumlah jamaah haji pada 2019 mencapai 2,5 juta termasuk 1,9 juta jamaah haji internasional.
Dalam hitungan Azmi Omar, jamaah haji dengan pengeluaran terbanyak adalah Indonesia. Pada 2019, kuota haji Indonesia sekitar 231 ribu. Dengan menghitung pengeluaran jamaah minimal US$ 5.000 atau (Rp 77,45 juta) maka pengeluaran jamaah haji Indonesia mencapai Rp 17,89 triliun.
Foto: INCEIF Pengeluaran jamah haji |
Berdasarkan data statistik Arab Saudi GASTAT, penyelenggaraan haji pada tahun 2019 juga menggerakkan tenaga kerja sebanyak 350.830 orang. Sektor swasta menikmati porsi paling banyak yakni 257.763 tenaga kerja. Pelaksanaan haji pada tahun tersebut juga mampu mempekerjakan 9.975 sukarelawan.