Satu Per Satu Pabrik di Purwakarta Bertumbangan, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terus berlanjut, seperti yang terjadi di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dinas  Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Purwakarta mencatat, sejak awal tahun hingga bulan Oktober 2023 lalu, sebanyak 1.756 orang pekerja jadi korban PHK.

Kabupaten Purwakarta yang sebelumnya diklaim pusatnya industri padat karya, kini dilaporkan mulai sepi pabrik.

Padahal, kata Kepala Disnakertrans Kabupaten Purwakarta Didi Gunadi, Purwakarta terkenal sebagai lokasi banyak pabrik padat karya. Hanya saja, ungkap dia, satu per satu perusahaan bertumbangan. Ada yang tutup sepenuhnya, ada juga yang memang memilih pindah ke wilayah lain, seperti Jawa Tengah. 

Salah satunya, yang terbaru adalah PT Eins Trend, perusahaan garmen yang juga berorientasi ekspor kini dilaporkan tutup. Menurut Didi, perusahaan bahkan sudah menyelesaikan urusan hak-hak bagi pekerja.

“Aktivitas produksi sudah tidak ada. Memang sekarang perusahaan mempekerjakan lagi pekerja kontrak tapi untuk menyelesaikan urusan administrasi perusahaan. Kan ini menyangkut aset yang besar, juga urusan ke Bea dan Cukai,” kata Didi kepada CNBC Indonesia dikutip Rabu (12/12/2023). 

“Memang ada rumor bahwa Eins Trend ini relokasi ke Jawa Tengah. Tapi tidak. Mungkin kalau bicara holding ada perusahaannya yang di Jawa Tengah, tapi ini beda, bukan ekspansi relokasi,” tambahnya.

Ketika ditanya penyebab maraknya PHK dan pabrik tutup di Purwakarta, Didi mengakui, salah satu penyebabnya adalah soal upah.

“Semua tahu pengupahan di Purwakarta. Sedangkan di Subang saja sudah terseok-seok. padahal upahnya di bawah Purwakarta, apalagi kalau ikut Purwakarta. Pabrik-pabrik padat karya ini tidak sanggup,” ujarnya.

Sebagai informasi, Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) tahun 2024 untuk naik 0,79% jadi Rp4.499.768, sedangkan Kabupaten Subang naik 0,63% jadi Rp3.294.485.

“Kondisi saat ini akibat kondisi yang terjadi karena perang Rusia-Ukraina yang kemudian berlanjut ke krisis di Amerika dan Eropa. Ini menimbulkan permasalahan bagi pabrik-pabrik,” katanya.

“Belum lagi di sektor garmen itu sebelumnya telah mengalami masalah akibat Pandemi Covid-19. Dan belum pulih, baru mau bangkit malah dihantam krisis di Amerika dan Eropa. Belum lagi ada kondisi suplai barang bahan baku yang menurut laporan pengusaha itu, mereka kesulitan mendapat pasokan dari vendor. Tapi di pasar terbuka ada, tapi harganya sudah terlalu mahal,” cetus Didi. 

Perusahaan, imbuh dia, sudah berusaha bertahan. 

“Tapi memang tahun ini rata-rata berat bagi perusahaan. Saat ini saja, pabrik garmen skala besar yang masih sisa dan bertahan di Purwakarta sudah tinggal sedikit,” ungkap Didi.

Sementara itu, kata dia, untuk membantu pekerja korban PHK, pemerintah daerah hanya bisa membantu untuk memberikan fasilitas pelatihan untuk bisa berwirausaha.

“Kita juga bantu teman-teman korban PHK ini untuk bisa klaim JKP (Jaminan Kehilangan Perkerjaan),” pungkasnya. https://tahapapun.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*