Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali memperingatkan ancaman nyata yang mengintai kelangsungan produksi pangan dunia, termasuk di Tanah Air.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, kondisi itu dipicu pemanasan global.
“Telah terjadi kenaikan signifikan konsentrasi gas rumah kaca meliputi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan Dinitrogen Oksida (N2O) di dunia,” kata Dwikorita dalam keterangan di situs resmi, Selasa (12/12/2023).
“Kenaikan konsentrasi gas rumah kaca tersebut menjadi penyebab dari penangkapan sinar matahari yang tidak memantul keluar, menyebabkan suhu bumi terus meningkat,” tambahnya.
Disebutkan, situasi kenaikan suhu bumi saat ini memiliki dampak bagi pertanian termasuk perkebunan. Di mana, lanjutnya, variabilitas iklim memberikan pengaruh signifikan pada pertumbuhan tanaman dan produksi perkebunan.
Untuk itu, ujarnya, dibutuhkan langkah mitigasi bagi segenap masyarakat.
“BMKG, sebagai lembaga yang telah aktif dalam pengukuran gas rumah kaca sejak tahun 2004, melakukan pemantauan di stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) di Bukit Kototabang, Sumatra Barat,” katanya.
“Data suhu global menunjukkan proyeksi tahun 2023 diperkirakan menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu. Pemanasan global ini tidak hanya berdampak pada peningkatan suhu, tetapi juga mengubah pola curah hujan, mengakibatkan kejadian cuaca ekstrem yang signifikan, termasuk di Indonesia,” jelas Dwikorita.
Namun, imbuh dia, bukan berarti manusia boleh menyerah menghadapi anomali alam. Terbukti, kata Dwikorita, upaya pemerintah melakukan program semai hujan pada Januari-November 2023 telah berhasil mengurangi titik api penyebab kebakaran hutan gambut dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kenaikan suhu bumi harus dihadapi secara nyata oleh masyarakat, khususnya di Indonesia,” ujarnya.
“Kejadian cuaca ekstrem seperti curah hujan yang ekstrem tinggi atau rendah dan suhu yang ekstrem dapat menyebabkan kerugian besar dalam produksi,” sebut Dwikorita.
Untuk mengatasi dampak perubahan iklim, kata Dwikorita, BMKG terus mengembangkan teknologi prediksi iklim dengan pendekatan multi-model. Menggunakan berbagai model untuk menghasilkan prediksi iklim, memperhitungkan faktor ketidakpastian.
“BMKG telah menyediakan layanan informasi iklim untuk berbagai sektor, termasuk pertanian, pengelolaan sumber daya air, dan kesehatan. Aplikasi InfoBMKG, yang dapat diakses melalui IOS dan Android, menjadi sarana diseminasi bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi terkini terkait cuaca, iklim, dan gempa bumi,” cetusnya.
Sebelumnya, BMKG juga telah memperingatkan adanya ancaman yang bisa menimpa Indonesia justru saat memasuki periode emas di tahun 2045-2050.
Tak hanya itu, pada saat bersamaan, krisis pangan juga mengintai hampir seluruh negara di dunia. Dwikorita mengutip proyeksi organisasi pangan dan pertanian dunia, Food and Agriculture Organization (FAO), yang memprediksi sekitar 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80% sumber pangan dunia akan jadi kelompok paling rentan terkena dampak perubahan iklim.
Berdasarkan data badan meteorologi dunia, World Meteorological Organization (WMO) yang dikumpulkan dari pengamatan di 193 negara, kata Dwikorita, BMKG memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi hotspot air atau daerah kekeringan di berbagai negara. https://menjangkau.com/
Dwikorita memaparkan data analisis peta global yang menunjukkan debit rata-rata air sungai pada tahun 2022 yang dikategorikan pada posisi normal hanya 38%.